Jumat, 04 April 2014
kurasa aku (masih) menyukainya
walau mungkin saat ini aku sedang tidak menyukaimu, tapi ketika aku menceritakan tingkahmu kepada teman-temanku, aku selalu tertawa. kemungkinan aku juga berbahagia untuk melakukannya. aku bahagia menceritakanmu pada mereka yang ingin mendengarkan tentang kamu. meskipun hari ini dan beberapa hari-hari terakhir begitu berat untuk menyapamu, "hey...aku kangen" itu juga tidak. aku selalu mengadukan segalanya atas nama Tuhan dan meminta Tuhan untuk menyimpan segenap kerinduanku melalui doa-doa ku disetiap sujud sajadahku. entah ketika ini Tuhan memberiku kesempatan menyapa atau bagaimana, tapi aku selalu enggan menggunakannya dengan baik. bukan enggan sebenarnya, aku hanya kesulitan bagaimana cara menggunakannya. apa rasa ini mengalami penyusutan? atau memang rasa ini tak perlu lagi sesumbar untuk saling dikatakan ? mungkin cinta ini sedang menumbuh ke arah yang lebih dewasa, atau bahkan harus selesai sebelum waktu yang diinginkan selesai ? kurasa aku masih sangat menyukainya.
Kamis, 03 April 2014
aku gembira aku senang
sepertinya akhir-akhir ini malam begitu bersahabat denganku. bersahabat seperti kalian. selalu ada alasan untuk berbagi meski itu terkesan penting di mata oranglain. aku senang. aku gembira. tapi aku tidak lagi berjingkrak layaknya aku usia 5tahun mendapati permen dan gulali dari emak. aku bahagia memiliki kalian. menjadi terang dalam gelap, berbagi mimpi dalam sadar. aku begitu menyukai suasana yang demikian. sayangnya ini hanya akan sebentar. aku enggan sebenarnya untuk mengakhiri, tapi suatu saat bila memang kita ditakdirkan menjadi teman dalam waktu yang lama, kita pasti akan bertemu lagi. konyol seperti ini.
Selasa, 01 April 2014
aku rindu yang seperti itu
Pukul 17.05 kota ini aku masih menunggu kabarmu. apa kau setuju dengan apa yang ku bicarakan atau kau membuat keputusan lain yang bisa kita berdua pertimbangkan. diam-diam aku merindukanmu. merindukan sapaanmu pagi hari , menyempatkan menelpon sebelum kau berangkat bekerja. meledekku saat aku marah karena kau ingkar janji. melihat muka inosenmu setiap kali kita meributkan sesuatu
Sudah lebih dari 24jam kau membiarkanku mengira-ira. kemana ? dengan siapa? apa yang kau lakukan disana-sana? beginikah caramu? membuatku khawatir sepanjang waktu? apa kau tau alasanku marah? aku terlalu sering marah karena aku terlalu sering kau buat khawatir. bisakah kau berhenti seperti ini? membuatku tenang disaat situasi berjauhan seperti masa muda kemarin. aku rindu yang seperti itu. kalau aku tak bisa kembali di masa yang sama dulu, bisakah waktu melaju lebih cepat dibanding amarahku yang naik hampir mencapai ubun-ubun agar bisa melewati masa ini dengan mudah ?
kita adalah kemarin
Kita ini sebenarnya tidak tentu melihat apa yang kita
lihat. Pun ketika kita tidak melihat sesuatu, sebenarnya mungkin ada sesosok
atau seonggok yang samar memunculkan dirinya entah di sudut atau pojok bagian
mana. Kita tidak pernah tau.
Kadang - kadang begitu. Dan lebih sering memang terjadi
begitu. Seperti hari ini. Siang ini terlalu panas bagi sebagian manusia.
Termasuk otakku. Malas mengutak atik bab bab dalam skripsi aku tinggalkan
layar untuk membuka halaman lain. Ternyata sama panasnya. Sama ketika melihat
jam - jam istirahat tapi tak bisa istirahat. Menyaksikan detik demi detiknya
entah sampai senja atau malam datang. Menyedihkan. Kontras sekali dengan
kapasitas kemalasan saya. Kontras dengan tubuh yang terpaksa melangkah kesana
sini. Terhuyung - huyung demi target yang sudah dijanjikan pada raja dan ratu
di bumi ini. Yang bahkan aku harus meminta perpanjangan waktu untuk beberapa
ratus jam lagi. Oh , men....
Jarak antara kenyataan dan mimpi buruk kadang hanya sebatas
layar leptop dengan mata si pengguna. Dekat sekali. Membuat mimpi seakan
menjauh. Harapan seakan memudar. Doa seakan terabaikan. Tapi kurasa itu hanya
suggesti negatif seorang yang diambang keputus asaan. Seorang yang lelah dengan
berbagai macam prosedur. Hidup dengan banyak aturan dan jam terbang terbatas.
Hidup dengan tawa yang kerap berakhir dengan peristirahatan yang
melelahkan.
Bagaimana bisa akan terus menerus begini ? Kenyataannya
dulu pun tidak. Hanya akhir - akhir ini saja. Saat apapun menjadi sulit dan
rumit. Saat segalanya menjauh dan tidak terlihat baik. Saat - saat menyedihkan
itu datang. Yang awalnya Dia pikir mampu membawaku dalam penguatan yang sebenar
- benarnya, namun akhirnya tergelincir pada lembah rendah dan sangat rendah
dalam endapan asa yang sengaja dikubur dalam - dalam. Mengungkung dirinya
seolah dalam penderitaan panjang. (sekali lagi, ini alay sekali). Dalam hal -
hal tertentu aku merasa hebat, hebat sudah bisa membuatmu kembali menyapaku.
Meski hanya.. Yaaaaaaaah, begitulah. Tidak bermakna bagimu.
Mungkin waktu sudah berbaik hati mengobati lukamu, seperti
kata Tereliye, waktu akan bersahabat mengobati rasa sakitmu. Dan aku sejujurnya
tidak mau datang untuk membuka balutannya. Tidak sama sekali. Bisakah kamu
lebih ramah terhadapku ? Terhadap orang yang pernah menyakitimu ? Terhadap
orang yang kurang pintar menggunakan sisi manusiawinya ?
Tidak pun, tak apa. Aku hanya bertanya dan tidak terlalu
menumbuhkan harap setinggi dulu. Aku mungkin sedang labil. Mungkin sedang gila
dan atau apalah yang kamu duga. Tapi kegilaanku mampu menciptakan kata demi
kata, serangkaian kalimat - kalimat panjang yang terkesan absurd. Kalau kamu
masih mengenaliku, kamu akan paham dengan apapun tentang aku. Atau mungkin
waktu juga membuatmu lupa bagaimana memahamiku. Menyedihkan untukku. Tak
peduli bagaimana kau sekarang, apalagi bagaimana aku sekarang. Kalau bisa
jujur, aku sudah katakan pada banyak orang titik ini sangat sulit. Tapi sekali
lagi sebagai fase semua akan berlalu. Dan walau harus aku berhenti sejenak ,
terjerembab dalam kemalasan – kemalasan dengan alibi aku tak sanggup lagi untuk
menghadapi.
Tapi aku masih senang mendengar kabarmu, Pun saat
mendengar, yang tak mau kudengar. Hal yang seharusnya ku benci. Tapi tidak, aku
tidak akan membencimu, bukan karena di masalalu aku membuatmu lemah, kau bahkan
lebih kuat saat ini. Kau lebih hebat dari dulu tanpa aku. Luka membuatmu
menumbuh hebat ,lebih hebat dari yang terlihat. Lebih dari keyakinanku saat
ini. Aku ingin melihatmu, meski sebentar, sebelum akhirnya aku kembali untuk melepasmu.
Dan membiarkanmu kembali membenamkan diri dalam sudut yang ku sebut “kenangan”.
beginilah kita saat ini
Berbincang dengan kamu
itu tidak ada habisnya. Bahkan saat pembahasan dalam media telekomunikasi itu
hampir stagnan, aku tetap mempertahankan tiap detik yang tertera dalam layar
ponsel agar terus terlewat hingga hitungan jam. Jarak membuatku kerap enggan
memutuskan signal. Meski dengan banyak
meski sedari dulu selalu kamu yang aktif mendengarkan, sesekali memberiku beberapa
pertimbangan atas rencana – rencana yang sudah ku susun. Tapi ini sedikit
berbeda. Aku lebih sering bertanya dan kamu hanya menjawab, sama persis ketika
aku mewawancarai narasumber untuk bahan pendukung pengumpul data tugas akhirku, aku interviewer
dan kamu narasumber yang baik. Pola hubungan yang tidak terlalu buruk,meski ,
dan yah akhir – akhir ini akrab dengan meski ketika membicarakanmu (lagi). Tapi
aku tidak peduli, aku yang akan mengejarmu. Aku akan menyusun rencana dan ku
pikir kamu tidak akan peduli dengan rencana – rencanaku, mengingat kita ini
seperti apa akibat kesalahanku di masalalu. Tapi bukankah setiap kesalahan yang
mengundang penyesalan berhak mendapat pengampunan dan pemberian maaf yang layak
? Menebus kesalahan – kesalahan dengan usaha yang tak bisa dibilang “ ini belum
seberapa “. Apapun yang mendorongku
melakukan hal ini semata karena aku mau sesuatu itu datang dengan lebih baik
dan lebih layak untukmu. Panjang kata ini tidak lain hanya menginginkan kita
bertemu. Tidak kurang dan tidak lebih. Hanya itu. Entah kapan waktu yang baik
untuk kita bertemu di masadepan, ku rasa saat aku datang dan kamu bersedia ku
datangi saat itulah waktu terbaik dengan segala konsekuensi terbaik pula. Aku siap.
Aku masih tidak tahu apa yang akan ku lakukan. Tapi setidaknya aku tahu kalau
aku harus pergi. Selebihnya biar saja semua terjadi begitu saja. Entah begitu
yang bagaimana. Kacau sekali menjadi aku seperti ini. Biar , biar saja
kekacauan ini aku lalui dengan sadar. Bukankah lebih baik seperti ini? Orang –
orang akan tahu dan semakin banyak yang tahu akan semakin banyak orang yang
mengingatkanku. (jika ada) , konsekuensi terburuknya tidak ada yang peduli
terhadapku. Yah, buruk sekali. Aku ingin kau tahu satu hal, dan beberapa hal.
Emm, banyak hal . Hal – hal yang belum tahu bagaimana bisa aku melakukannya.
Tapi aku ingin membuat kesempatan untuk diriku sendiri. Aku ingin menghargai
waktuku sendiri. waktu yang tak mungkin menungguku untuk melangkah, yang ada
aku sendiri yang harus mengejar.
Aku berjuang sendiri,
tanpa pertimbangan. Menutup rapat telinga pada samar ucapan – ucapan manusia
yang berlaga seperti teman. Berlaku layaknya pemerhati yang baik, pendengar
yang bijak, penyemangat yang keren. Mendengar mereka membuatku makin kacau.
Jadi ku putuskan untuk menutup telinga sejenak. Lain waktu akan ku putar ulang
ucapannya. “tak selalu waktu merujuk
pada jam”
Langganan:
Postingan (Atom)