Selasa, 01 April 2014

kita adalah kemarin

Kita ini sebenarnya tidak tentu melihat apa yang kita lihat. Pun ketika kita tidak melihat sesuatu, sebenarnya mungkin ada sesosok atau seonggok yang samar memunculkan dirinya entah di sudut atau pojok bagian mana. Kita tidak pernah tau.
Kadang - kadang begitu. Dan lebih sering memang terjadi begitu. Seperti hari ini. Siang ini terlalu panas bagi sebagian manusia. Termasuk  otakku. Malas mengutak atik bab bab dalam skripsi aku tinggalkan layar untuk membuka halaman lain. Ternyata sama panasnya. Sama ketika melihat jam - jam istirahat tapi tak bisa istirahat. Menyaksikan detik demi detiknya entah sampai senja atau malam datang. Menyedihkan. Kontras sekali dengan kapasitas kemalasan saya. Kontras dengan tubuh yang terpaksa melangkah kesana sini. Terhuyung - huyung demi target yang sudah dijanjikan pada raja dan ratu di bumi ini. Yang bahkan aku harus meminta perpanjangan waktu untuk beberapa ratus jam lagi. Oh , men.... 
Jarak antara kenyataan dan mimpi buruk kadang hanya sebatas layar leptop dengan mata si pengguna.  Dekat sekali. Membuat mimpi seakan menjauh. Harapan seakan memudar. Doa seakan terabaikan. Tapi kurasa itu hanya suggesti negatif seorang yang diambang keputus asaan. Seorang yang lelah dengan berbagai macam prosedur. Hidup dengan banyak aturan dan jam terbang terbatas. Hidup dengan tawa yang kerap berakhir dengan peristirahatan yang melelahkan. 
Bagaimana bisa akan terus menerus begini ? Kenyataannya dulu pun tidak. Hanya akhir - akhir ini saja. Saat apapun menjadi sulit dan rumit. Saat segalanya menjauh dan tidak terlihat baik. Saat - saat menyedihkan itu datang. Yang awalnya Dia pikir mampu membawaku dalam penguatan yang sebenar - benarnya, namun akhirnya tergelincir pada lembah rendah dan sangat rendah dalam endapan asa yang sengaja dikubur dalam - dalam. Mengungkung dirinya seolah dalam penderitaan panjang. (sekali lagi, ini alay sekali). Dalam hal - hal tertentu aku merasa hebat, hebat sudah bisa membuatmu kembali menyapaku. Meski hanya.. Yaaaaaaaah, begitulah. Tidak bermakna bagimu.
Mungkin waktu sudah berbaik hati mengobati lukamu, seperti kata Tereliye, waktu akan bersahabat mengobati rasa sakitmu. Dan aku sejujurnya tidak mau datang untuk membuka balutannya. Tidak sama sekali. Bisakah kamu lebih ramah terhadapku ? Terhadap orang yang pernah menyakitimu ? Terhadap orang yang kurang pintar menggunakan sisi manusiawinya ? 
Tidak pun, tak apa. Aku hanya bertanya dan tidak terlalu menumbuhkan harap setinggi dulu. Aku mungkin sedang labil. Mungkin sedang gila dan atau apalah yang kamu duga. Tapi kegilaanku mampu menciptakan kata demi kata, serangkaian kalimat - kalimat panjang yang terkesan absurd. Kalau kamu masih mengenaliku, kamu akan paham dengan apapun tentang aku. Atau mungkin waktu juga membuatmu lupa bagaimana memahamiku. Menyedihkan untukku. Tak peduli bagaimana kau sekarang, apalagi bagaimana aku sekarang. Kalau bisa jujur, aku sudah katakan pada banyak orang titik ini sangat sulit. Tapi sekali lagi sebagai fase semua akan berlalu. Dan walau harus aku berhenti sejenak , terjerembab dalam kemalasan – kemalasan dengan alibi aku tak sanggup lagi untuk menghadapi.
Tapi aku masih senang mendengar kabarmu, Pun saat mendengar, yang tak mau kudengar. Hal yang seharusnya ku benci. Tapi tidak, aku tidak akan membencimu, bukan karena di masalalu aku membuatmu lemah, kau bahkan lebih kuat saat ini. Kau lebih hebat dari dulu tanpa aku. Luka membuatmu menumbuh hebat ,lebih hebat dari yang terlihat. Lebih dari keyakinanku saat ini. Aku ingin melihatmu, meski sebentar, sebelum akhirnya aku kembali untuk melepasmu. Dan membiarkanmu kembali membenamkan diri dalam sudut yang ku sebut “kenangan”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar