Kita ini sebenarnya tidak tentu melihat apa yang kita
lihat. Pun ketika kita tidak melihat sesuatu, sebenarnya mungkin ada sesosok
atau seonggok yang samar memunculkan dirinya entah di sudut atau pojok bagian
mana. Kita tidak pernah tau.
Kadang - kadang begitu. Dan lebih sering memang terjadi
begitu. Seperti hari ini. Siang ini terlalu panas bagi sebagian manusia.
Termasuk otakku. Malas mengutak atik bab bab dalam skripsi aku tinggalkan
layar untuk membuka halaman lain. Ternyata sama panasnya. Sama ketika melihat
jam - jam istirahat tapi tak bisa istirahat. Menyaksikan detik demi detiknya
entah sampai senja atau malam datang. Menyedihkan. Kontras sekali dengan
kapasitas kemalasan saya. Kontras dengan tubuh yang terpaksa melangkah kesana
sini. Terhuyung - huyung demi target yang sudah dijanjikan pada raja dan ratu
di bumi ini. Yang bahkan aku harus meminta perpanjangan waktu untuk beberapa
ratus jam lagi. Oh , men....
Jarak antara kenyataan dan mimpi buruk kadang hanya sebatas
layar leptop dengan mata si pengguna. Dekat sekali. Membuat mimpi seakan
menjauh. Harapan seakan memudar. Doa seakan terabaikan. Tapi kurasa itu hanya
suggesti negatif seorang yang diambang keputus asaan. Seorang yang lelah dengan
berbagai macam prosedur. Hidup dengan banyak aturan dan jam terbang terbatas.
Hidup dengan tawa yang kerap berakhir dengan peristirahatan yang
melelahkan.
Bagaimana bisa akan terus menerus begini ? Kenyataannya
dulu pun tidak. Hanya akhir - akhir ini saja. Saat apapun menjadi sulit dan
rumit. Saat segalanya menjauh dan tidak terlihat baik. Saat - saat menyedihkan
itu datang. Yang awalnya Dia pikir mampu membawaku dalam penguatan yang sebenar
- benarnya, namun akhirnya tergelincir pada lembah rendah dan sangat rendah
dalam endapan asa yang sengaja dikubur dalam - dalam. Mengungkung dirinya
seolah dalam penderitaan panjang. (sekali lagi, ini alay sekali). Dalam hal -
hal tertentu aku merasa hebat, hebat sudah bisa membuatmu kembali menyapaku.
Meski hanya.. Yaaaaaaaah, begitulah. Tidak bermakna bagimu.
Mungkin waktu sudah berbaik hati mengobati lukamu, seperti
kata Tereliye, waktu akan bersahabat mengobati rasa sakitmu. Dan aku sejujurnya
tidak mau datang untuk membuka balutannya. Tidak sama sekali. Bisakah kamu
lebih ramah terhadapku ? Terhadap orang yang pernah menyakitimu ? Terhadap
orang yang kurang pintar menggunakan sisi manusiawinya ?
Tidak pun, tak apa. Aku hanya bertanya dan tidak terlalu
menumbuhkan harap setinggi dulu. Aku mungkin sedang labil. Mungkin sedang gila
dan atau apalah yang kamu duga. Tapi kegilaanku mampu menciptakan kata demi
kata, serangkaian kalimat - kalimat panjang yang terkesan absurd. Kalau kamu
masih mengenaliku, kamu akan paham dengan apapun tentang aku. Atau mungkin
waktu juga membuatmu lupa bagaimana memahamiku. Menyedihkan untukku. Tak
peduli bagaimana kau sekarang, apalagi bagaimana aku sekarang. Kalau bisa
jujur, aku sudah katakan pada banyak orang titik ini sangat sulit. Tapi sekali
lagi sebagai fase semua akan berlalu. Dan walau harus aku berhenti sejenak ,
terjerembab dalam kemalasan – kemalasan dengan alibi aku tak sanggup lagi untuk
menghadapi.
Tapi aku masih senang mendengar kabarmu, Pun saat
mendengar, yang tak mau kudengar. Hal yang seharusnya ku benci. Tapi tidak, aku
tidak akan membencimu, bukan karena di masalalu aku membuatmu lemah, kau bahkan
lebih kuat saat ini. Kau lebih hebat dari dulu tanpa aku. Luka membuatmu
menumbuh hebat ,lebih hebat dari yang terlihat. Lebih dari keyakinanku saat
ini. Aku ingin melihatmu, meski sebentar, sebelum akhirnya aku kembali untuk melepasmu.
Dan membiarkanmu kembali membenamkan diri dalam sudut yang ku sebut “kenangan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar